Home » » Cara Mengurus Akta Kelahiran yang Pelaporannya Terlambat lebih dari 60 Hari

Cara Mengurus Akta Kelahiran yang Pelaporannya Terlambat lebih dari 60 Hari

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Thursday, May 2, 2013 | 4:03 PM

Hari ini ada kabar menggembirakan buat para orangtua yang terlambat melakukan pengurusan bagi anaknya, terutama yang lebih dari 60 hari. Jika sebelumnya pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mengatur tentang Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu berbunyi:
Pasal 32
  1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
  2. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
maka Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam Putusan Sidang Mahkamah Konstitusi perkara 18/PUU-XI/2013 tentang Permohonan Pengujian Konstitusionalitas Pasal 32 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menyatakan bahwa:
  1. kata "persetujuan" pada ayat (1) dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam proses pencatatan dan penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Oleh karena itu, untuk menentukan kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana yang didasarkan pada penilaian mengenai kebenaran tentang data yang diajukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga frasa “persetujuan” dalam ayat (1) harus dimaknai sebagai “keputusan” Kepala Instansi Pelaksana.
  2. keterlambatan melaporkan kelahiran yang lebih dari satu tahun yang harus dengan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) akan memberatkan masyarakat. Keberatan tersebut bukan saja bagi mereka yang tinggal jauh di daerah pelosok tetapi juga bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Lagi pula, sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum. Proses untuk memperoleh akta kelahiran yang membutuhkan prosedur administrasi dan waktu yang panjang serta biaya yang lebih banyak dapat merugikan penduduk, padahal akta kelahiran tersebut merupakan dokumen penting yang diperlukan dalam berbagai keperluan. Oleh karena itu, selain bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 28D ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”, ayat (2) juga bertentangan dengan prinsip keadilan, karena keadilan yang tertunda sama dengan keadilan yang terabaikan (justice delayed, justice denied).
  3. frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam ayat (1) menjadi tidak relevan lagi setelah ayat (2) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, frasa tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
  4. karena ayat (2) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka frasa “dan ayat (2)” dalam ayat (3) tidak mempunyai relevansi lagi, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Maka, selengkapnya pasal 32 di atas kira-kira menjadi seperti di bawah ini:
Pasal 32
  1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
  2. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

Waktu teman saya mengurus akta bagi anaknya yang saya ceritakan di Cara Mengurus Akta Lahir dalam hal Domisili KTP Ibunya Beda dengan Tempat Kelahiran, kami juga membahas pasal 32 ini. Kami tengarai pasal ini cukup memberatkan dan rawan terjadinya penafsiran yang salah mengenai kata "persetujuan" di atas. Rupanya pada saat yang sama telah bergulir perkara di MK mengenai hal ini.

Sekarang kita tidak perlu ke pengadilan lagi jika mengurus akta kelahiran yang pelaporannya terlambat lebih dari 60 hari. Pencatatannya cukup diproses di Dispendukcapil Kabupaten/Kota setempat setelah mendapatkan keputusan Kepala Dispendukcapil Kabupaten/Kota sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 472.11/2304/SJ tanggal 6 Mei 2013 tentang Tindaklanjut Pelaksanaan Putusan MK tersebut di atas. Surat Edaran tersebut memerintahkan Kepala Dispendukcapil untuk segera menyesuaikan Persyaratan dan Tata Cara Pelayanan Pencatatan Kelahiran dan Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran dengan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 dan isi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 terhitung sejak tanggal 1 Mei 2013. (Update)

Dalam hal ini, kita layak berterima kasih pada Mutholib, desa Sawunggaling, Wonokromo, Surabaya yang telah memperjuangkan hak kita semua sebagai warga negara. Berkat keberanian beliau membuat permohonan ke MK, akhirnya kita menjadi ringan dalam mengurus akta kelahiran anak kita.

Terima kasih Bapak Mutholib, dan mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam memperjuangkan prinsip-prinsip keadilan.

Sumber: Putusan Sidang MK
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into